ISLAM BUDAYA JAWA (SELAMETAN PERKAWINAN)

Posted by : Unknown | Selasa, 29 Desember 2015 | Published in



SELAMETAN PERKAWINAN
Upacara perkawinan dilaksanakan ketika pasangan muda-mudi akan memasuki kehidupan rumah tangga. Upacara ini ditandai secara khas dengan pelaksanaan syari’at Islam yakni aqad nikah (ijab qobul) yang dilakkan oleh pihak wali mempelai wanita dengan pihak mempelai pria dan disaksikan oleh dua orang saksi. Tahap yang pertama dalam ritual ini adalah ketuk pintu atau dalam istilah jawa nekokke, nyumuk, atau ndhodhok lawang. Pada tahap ini, orangtua dari pihak laki-laki datang bersilaturrahmi sekaligus menanyakan apakah anak perempuannya sudah ada yang melamar atau belum kepada orangtua dari pihak perempuan dengan membawa parsel atau panganan. Jika memang belum, maka dari pihak laki-laki akan melakukan lamaran resmi.
Tahapan selanjutnya yakni lamaran resmi, dalam lamaran itu keluarga pihak pria mengunjungi keluarga pihak perempuan untuk saling tukar basa-basi formalitas kosong yang sudah menjadi keahlian orang Jawa dulu. Ayah dari pihak laki-laki mungkin akan membuka pebincangan dengan uapan seperti “ embun di pagi hari berarti hujan di malam hari”, yang maksudnya bahwa soal yang nantinya akan diperbincangkan adalah masalah yang “ dingin”. Atau langsung kepada pokok persoalan dengan mengatakn bahwa ayah tadi ingin menjadi besan tuan rumah, dengan mengawinkan anak laki-lakinya dengan anak perempuan tuan rumah.
 
                    (Pakaian Pernikahan)
Setelah itu diadakan sebuah pertemuan yang direncanakan di rumah gadis  itu,  di mana calon dari mempelai laki-laki dan perempuan beserta para calon mertua. Pertemuan ini disebut dengan nontoni, ini ditandai dengan kepura-puraan yang sama dari keduanya. Mula-mula si gadis diminta oleh ibunya untuk menghidangkan teh kepada sang jejaka tanpa berbicara sama sekali, dan jejaka memandang untuk memperoleh suatu kesan tentang si gadis tersebut, ia akan mengataknnya ketika perjalanan pulang dan pernikahan pun diatur.
Lain halnya prosesi lamaran di Jawa Timur yang menurut adat tradisi bahwa yang melamar adalah keluarga dari pihak perempuan kepada keluarga pihak laki-laki. Karena jika yang melamar laki-laki dianggap kurang jantan atau cemen. Dengan demikian, dengan adanya perbedaan tradisi tersebut jika dari jawa timur yang kebetulan mendapatkan jodoh dari Jawa tengah sebaiknya diharapkan ada musyawarah bagiamana baiknya dari kedua belah pihak yang bersangkutan untuk mencapai prosesi yang harmonis.
Tardisi masyarakat jawa pada umumnya, anak laki-laki harus memberikan dua macam  hadiah perkawinan kepada pihak perempuan. Paningset - yang biasanya berupa pakaian dan perhiasan, sasrahan - biasanya berupa satu sampai dua ekor kebau atau sapi dan perabotan rumah tangga. Akan tetapi, zaman sekarang tradisi seperti sudah jarang dilakukan oleh daerah tertentu walaupun ada juga daerah lainnya masih menggunakannya.
Pada tahap ketiga dilaksanakan selametan perkawinan yang dilakukan pada malam hari menjelang  upacara yang sebenarnya. Selametan ini biasa disebut dengan midodareni. Acara selametan tersebut sama seperti selametan yang lain. Dalam acar ini pengantin perempuan menggunakan pakaian yang sederhana. Di sini si gadis akan duduk tanpa bergerak samasekali selama beberapa jam hingga tengah malam, sehingga pada saat itu di mana seorang bidadari akan turun dan memasukinya. Itulah sebabnya semua pengantin pada hari pernikahannya terlihat jauh lebih cantik dibandingkan hari-hari biasanya.
Keesokan harinya pengantin laki-laki, wali dari pengantin perempuan, dan modin datang ke KUA. Sang wali secara resmi meminta na’ib untuk menikahkan anak perempuannya dengan pengantin laki-laki. Substansi upacara ini  adalah akad nikah yang bisa diselenggarakan di rumah mempelai wanita atau KUA. Upacara ini dipimpin oleh Na’ib yang menjadi wakil dari bapak mempelai wanita untuk membimbing prosesi pernikahan sehingga perkawinan dua insan lain jenis tersebut abash.
Tiba di rumah mempelai perempuan, pesta yang sebenarnya sedang akan dimulai. Ditandai dengan adanya janur kuning yang dilengkungkan  membentuk busur setengah lingkaran dipasang pada pintu masuk pelataran. Sebuah sesajen khusus juga tidak lupa ditaruh di tempat-tempat tertentu dengan harapan prosesi pernikahan  yang sedang diselenggarakan berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan. Menurut tradisi, keduanya berdandan layaknya seorang permaisuri dan pangeran. Pada saat yang telah dipilih, pengantin perempuan muncul dari rumah diikuti dengan dua anak perempuan sedangkan pengantin laki-laki masuk dari luar diiringi pula oleh dua anak laki-laki. Kedua mempelai masing-masing menggenggam gulungan kecil daun sirih dan begitu jarak di antara semakin dekat, mereka saling melempar daun sirih tersebut.
Setelah perbuatan itu dilakukan, pengantin laki-laki memecahkan telur (putihnya melambangkan hilangnya kesucian dan kuningnya melambangkan pecahnya selaput dara) serambi pengantin perempuan berlutut membasuh kaki pria itu dengan air bunga. Tindakan yang terakhir ini, yang menggambarkan pengabdiannya kepada suami. Namun, di daerah tertentu terkadang tidak diadakannya perbuatan tadi karena dianggap tidak sesuai dengan ide mutaakhir mengenai kedudukan yang setingkat antara pria dan wanita. Kemudian kedua mempelai masuk ke rumah, lalu duduk di tempat yang sudah ditentukan (dekorasi).
Dengan demikian, para tamu undangan selain memberikan sumbangan, juga bisa melihat kedua mempelai tersebut.

(0) Comments

Leave a Response